Suku Bangsa Sunda sebagai suku bangsa minoritas terbesar dalam taman sari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) haruslah mempunyai kesadaran sebagai pemilik kemasyarakatan, kewilayahan dan kebudayaan yang mensejarah dari masa lalu (bihari) sehingga masa kini (kiwari) yang harus mampu membangun peradaban yang lebih baik dari zaman ke zaman. Realitas perkembangan zaman saat ini tempat kehidupan bangsa Sunda (wewengkon) ternyata sudah banyak berubah, rusak dan bahkan hilang.
Suku Bangsa Sunda sudah seharusnya menjadi masyarakat yang mendapatkan keberkahan dari tanah airnya yang subur, ma’mur, gemah ripah loh jinawi, tetapi dalam kenyataannya masih sangat banyak yang kehidupannya terpinggirkan terutama dalam bidang budaya, pendidikan, ekonomi, sosial, politik, ketenagakerjaan bahkan saat ini dalam soal agraria dan tata ruang kehidupan (kewilayahan), yang akhirnya Bangsa Sunda jauh dari hidup makmur dan berkeadilan.
Suku Bangsa Sunda tentunya punya tanggung jawab kolektif untuk menjawab tantangan zamannya dalam berperikehidupan, berperi kebangsaan dan berperi kenegaraan yang mana ini sangat tergantung pada sikap pikir, batin dan langkah suku Bangsa Sunda sendiri untuk itu diperlukan persatuan pemikiran, langkah dan tindakan untuk menjawab dan mengatasi persoalan-persoalan yang ada, dengan menyatukan solusi serta tindak nyata agar Sunda mampu membangun arah peradaban terbaiknya, menjadi Bangsa Sunda yang dihargai suku suku bangsa lainnya (Sunda Mulia) dan Negara Republik Indonesia yang dibangun bersama menjadi negara yang adil makmur dan berperadaban maju yang mengalami kejayaan yang panjang (Nusantara Jaya).
Sawala Mapag Sunda Kahareupna 19 Agustus 2023 di Grha Sanusi Hardjadinata UNPAD bersamaan dengan hari ulang tahun Provinsi Jawa Barat yang dihadiri lebih dari 250 pemangku kepentingan Sunda pituin dan mukimin, perwakilan pangumbaraan Sunda dan diaspora sunda telah melahirkan Deklarasi Padjadjaran yang merekomendasikan dibentuknya Majelis Permusyawaratan Sunda. Pertemuan selanjutnya di Bale Rumawat UNPAD (2/9/2023) yang bertema “Matotoskeun Deklarasi Padjdjaran Perkawis Gunung Pananggeuhan Sunda” disepakati nama yang ditetapkan adalah Majelis Musyawarah Sunda.
Pembentukan sebuah kaukus bagi pemangku kepentingan Sunda bermusyawarah bukanlah dialektika dan dinamika sosial baru tetapi merupakan upaya sosial berulang sebelum dan sejak paska kemerdekaan RI yaitu terutama diaktualisasikan melalui Kongres Bahasa Sunda (1927, 1952, 1961, 1987, dst), Kongres Pemuda Sunda 4 November 1956, dan Kongres Internasional Budaya Sunda (2001, 2011, 2021).
Pembentukan Majelis Musyawarah Sunda saat ini sendiri merupakan proses sosial yang panjang para pemangku kepentingan atas dasar kesadaran bahwa cita cita Sunda Mulia dan Nusantara Jaya hanya bisa dicapai bila suku bangsa Sunda mampu mengkonsolidasikan sumber daya manusia, komitmen dan pemikirannya untuk melakukan tindakan terbaik bagi sarakan (lemah cai), rakyat, bangsa dan negara yang turut dibentuk dan dibangun oleh para pendahulu dan pejuang pendiri Negara Republik Indonesia.
Majelis Musyawarah Sunda adalah wadah musyawarah yang merupakan suatu konstruksi sosial antar urang Sunda saat ini (kiwari) agar sebagai suku bangsa yang mempunyai perjalanan peradaban panjang mampu menjalankan suatu proses sosial kolektif sesuai peribahasa sunda “sareundeug saigel, sabobot sapihanean, sabata sarimbagan” dalam “ngaraksa ngariksa sunda” yang meliputi rakyat, tanah air (sarakan/lemah cai), kebudayaannya serta bangsa dan negaranya. Pembentukan kelembagaan yang bersifat forum musyawarah didasarkan kesadaran bahwa persoalan-persoalan kehidupan Sunda kedalam dan dalam rangka kehidupan berbangsa dan bernegara akan selalu hadir ditengah tantangan zaman yang semakin kompleks, yang mana memerlukan kekuatan solutif yang bersifat praksis (sesuai teori dan praktek) dan memiliki putusan yang penuh hikmah kebijaksanaan (langkah pijak yang bijak).
Majelis Musyawarah Sunda sebagai tempat berkumpul dan bermusyawarahnya urang Sunda diharapkan dalam perkembangan kedepannya dapat membangun persatuan yang kuat, karena kehadirannya mampu menjadi solusi, menjaga marwah, serta menjadi wahana posisi tawar dalam kehidupan urang Sunda ke dalam dan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, akhirnya mampu menjadi Gunung Pananggeuhan (Boards of Trustees) urang Sunda dalam menghadapi berbagai persoalan kasundaan, kebangsaan dan kenegaraan.
Deklarasi Majelis Musyawarah Sunda merupakan upaya Ki Sunda membangkitkan momentum dari kegelisahan panjang yang memuncak dibangun atas kesadaran terhadap potensi yang dimilikinya serta masalah yang dihadapinya, yang mana hanya dapat dijawab melalui persatuan dalam permusyawaratan. Majelis Musyawarah Sunda sebagai konstruksi sosial kelembagaan sosial-kebudayaan dalam arti luas, diharapkan di masa depan melalui proses sosial di antara urang Sunda sendiri dan dengan suku bangsa lainnya menjadi Lembaga Legitimasi Urang Sunda yang memberikan pancaran pengaruh (mandala) yang berupa buah aspirasi, pemikiran-pemikiran dan bahkan fatwa yang menyatakan dengan jelas, jernih dan bijak apa-apa yang Ki Sunda harus lakukan dan tidak lakukan dalam menjawab persoalan, tantangan, dan arah jalan kemaslahatan bagi Ki Sunda dan sarakannya, juga untuk bangsa dan negara ini.
Bentuk konstruksi kelembagaan Majelis Musyawarah Sunda
- Majelis Musyawarah Sunda bukanlah sebuah organisasi formal yang terstruktur, tetapi hanya wadah pertemuan-pertemuan permusyawaratan untuk menyatukan pemikiran, langkah, dan upaya-upaya dalam rangka memecahkan dan memperjuangkan masalah mendasar dan strategis Urang Sunda di berbagai bidang yang hasilnya disampaikan kepada pemerintah dan kepada seluruh Urang Sunda, untuk kemajuan Tatar Sunda dan Indonesia kini dan di masa depan.
- Majelis Musyawarah Sunda diharapkan karena integritas, kredibilitas dan wibawa tokoh-tokohnya serta produk-produk pemikiran dan kebijaksanaannya dapat menjadi “Gunung Pananggeuhan” (Boards of Trustees) Urang Sunda di Tatar Sunda, di pangumbaraan, dan diaspora Sunda dalam menghadapi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kasundaan, kebangsaan dan kenegaraan.
- Majelis Musyawarah Sunda sebagai bagian yang terpisahkan dari Bangsa dan Negara Republik Indonesia mendasarkan diri pada Pancasila, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Pembukaan UUD 1945, dan NKRI.
- Majelis Musyawarah Sunda bersifat terbuka dan inklusif bukan merupakan afiliasi dari kekuatan sosial politik manapun.
- Keanggotaan Majelis Musyawarah Sunda baik di Gunung Pananggeuhan (KaRamaan/Pinisepuh), Dewan Pakar (Karesian) dan Badan Pekerja yang disusun dalam daftar nama/keanggotaan terbuka (open list names/members) bersifat pribadi dengan memperhatikan inklusifitas sumber daya manusia dari perkembangan aktivitas sosial, budaya, ekonomi, politik dan kenegaraan yang ada di Tatar Sunda dan Indonesia.
- Para Pemangku Kepentingan yang dikonsolidasikan menjadi Sumber Daya Manusia Majelis Musyawarah Sunda merupakan gabungan jejaring dari SDM Tatar Sunda (Jawa Barat, Banten dan DKJ), Sunda pangumbaraan dan diaspora Sunda.
- Untuk menjaga marwah Majelis Musyawarah Sunda terhadap kemungkinan-kemungkinan tindakan-tindakan yang diluar maksud dan tujuan pendirian, maka akan disusun sebuah kode etik (code of conduct) yang disusun oleh Badan Pekerja dan Pakar kemudian disetujui oleh para PiniSepuh.
- Di dalam rangka membahas wacana-wacana publik strategis kesundaan, kebangsaan dan kenegaraan Majelis Musyawarah Sunda membangun hubungan sosial dan komunikasi yang baik dengan pemerintahan pusat dan daerah, perguruan-perguruan tinggi, organisasi sosial-keagamaan, paguyuban/perkumpulan kebudayaan dan organisasi/asosiasi profesi.
- Tokoh-tokoh yang menjadi anggota Gunung Pananggeuhan Sunda (KaRamaan/Pinisepuh) disusun dalam keanggotaan yang bersifat terbuka (open list members) dengan kriteria sebagai berikut :
- Tokoh-tokoh senior nu tos masagi sesuai widang pengabdiannya.
- Sudah menujukkan kinerja bakti yang nyata kepada Sunda dan Indonesia
- Sudah selesai dengan dirinya sendiri (nobility)
- Sehat dan menyatakan surat kesediaan.
- Anggota awal Majelis Musyawarah Sunda disusun menjadi daftar keanggotaan terbuka (open list members) oleh formatur hasil pertemuan di Balé Rumawat Unpad, Sabtu 2 Séptémber 2023 dan dalam rapat-rapat selanjutnya dimana untuk konsolidasi dan pengerucutan nama-nama menjadi lebih terkonsolidasi akan ditetapkan setelah melalui proses-proses sosial lanjutan untuk menentukan komitmen dan integritas para tokoh dalam berkontribusi memecahkan persoalan-persoalan publik urang sunda. Penetapan lebih lanjut anggota daftar terbuka para tokoh menjadi daftar anggota tetap dan struktur lainnya akan ditentukan dalam musyawarah besar (Kongres Sunda) 2 tahun kedepan.
- Bila pada tahap awal proses sosial ini dibutuhkan penetapan ketua (pupuhu) atau pengerucutan jumlah kasepuhan untuk menyederhanakan keterwakilan kewajiban Gunung Panangeuhan dalam berhubungan secara publik maka dapat ditetapkan sejumlah presidium (dapat berjumlah 9 orang) dari jumlah keanggotaan yang bersifat terbuka tersebut, yang dilakukan secara bergilir (diusulkan 4 bulan – 1 tahun sekali).
- Pembentukan Badan Pekerja sekaligus tim kesekretariatan Majelis Musyawarah Sunda berasal dari sumber daya manusia aktivis-aktivis Kasundaan secara inklusif.
- Majelis Musyawarah Sunda dapat membentuk suatu badan pekerja khusus baik bersifat adhoc ataupun permanen terutama bila dibutuhkan untuk turut serta dalam menangani masalah-masalah publik di Tatar Sunda atau menyangkut urang sunda, yang keputusannya telah ditetapkan dalam rapat dan atau musyawarah.
Fungsi dan peran strategis Majelis Musyawarah Sunda
Majelis Musyawarah Sunda sebagai wadah musyawarah Urang Sunda dalam kerangka kesundaan, kebangsaan dan kenegaraan dengan tetap pada komitmen pada Proklamasi 17 Agustus 1945, Pancasila, Pembukaan UUD 1945, dan NKRI sebagai ikatan bersama berbangsa dan bernegara akan terlibat dan melibatkan diri dalam diskursus-diskursus strategis yang mendasar antara lain :
- Peran aktif Ki Sunda dalam pemeliharaan idiologi negara, kekuasaan nasional dan pembangunan nasional.
- Peran aktif Ki Sunda dalam membangun dan membina ketahanan nasional serta kedaulatan negara
- Peran aktif Ki sunda dengan tanah air (sarakan/lemah cai) dan budayanya dalam pergaulan nasional dan global;
- Peran aktif politik Ki Sunda dan peranannya dalam kepemimpinan lokal dan nasional.
- Peran dan keterlibatan Ki Sunda dalam pembangunan budaya, peningkatan kualitas sumber daya manusia, tata kelola negara dan tata sejahtera perekonomian di Tatar Sunda dan secara nasional.
Tugas Majelis Musyawarah Sunda
- Majelis Musyawarah Sunda sekurang-kurang mengadakan suatu musyawarah setiap 4 bulan sekali membahas masalah kasundaan, kebangsaan dan kenegaraan dan memberikan solusi-solusi terbaiknya, yang disampaikan secara publik dan kepemerintahan.
- Majelis Musyawarah Sunda dapat melakukan musyawarah khusus yang tidak berjadwal waktu bila ada masalah masalah kasundaan, kebangsaan, kenegaraan krusial dimana Urang Sunda harus turun tangan menyikapinya.
- Majelis Musyawarah Sunda bertugas menyiapkan kader-kader urang Sunda yang mencintai rakyatnya, memelihara tanah airnya menjaga budayanya (mikanyaah ka rahayatna, ngarumat lemah caina, sareng rumawat ka budayana)
- Majelis Musyawarah Sunda melakukan musyawarah tahunan untuk membahas semua persoalan-persoalan dan perkembangan yang ada, mengadakan refleksi dan evaluasi sekaligus mengeluarkan fatwa tentang arah pijak langkah bijak Ki Sunda kedepan dalam kehidupan di lemah caina (sarakan), bangsa dan negara.
Hak dan kewajiban anggota Majelis Musyawarah Sunda
- Putusan-putusan Majelis Musyawarah Sunda merupakan hasil musyawarah para anggota baik dalam musyawarah pakar, musyawarah Gunung Pananggeuhan (KaRamaan/Pinisepuh) maupun bauran musyawarah keduanya, dimana hasil musyarawarah yang menjadi rekomendasi kepada pemerintah pusat dan atau pada masalah kemasyarakatan yang sangat krusial harus merupakan hasil musyawarah para anggota Gunung Pananggeuhan.
- Dalam menghasilkan keputusan-keputusannya Majelis Musyawarah Sunda dapat mengundang tokoh-tokoh (inohong), para pakar, praktisi (ahli), masyarakat umum yang berkaitan dengan masalah yang dimusyawarahkan atau didiskusikan baik dari sumber daya manusia internal maupun dengan mengundang tokoh-tokoh eksternal.
- Anggota Majelis Musyawarah Sunda tidak diperbolehkan menyampaikan pendapat pribadi kepada publik mengatasnamakan Majelis Musyawarah Sunda, kecuali menyampaikan kembali apa-apa yang telah menjadi keputusan hasil rapat atau musyawarah yang ternotulensi.